KRITIK ARSITEKTUR : GSB PADA BANGUNAN DI JALAN MARGONDA RAYA, DEPOK

ABSTRAKSI

 

Muhammad Adytiawan Hidayat, 24312846

GSB Pada Bangunan Di Jalan Margonda Raya, Depok

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan

Universitas Gunadarma

 

Untuk menciptakan suatu kota yang teratur dan harmonis diperlukan penyusunan bangunan yang rapi, aman, dan nyaman. Salah satu cara untuk menciptakan keteraturan tersebut adalah dengan adanya GSB yang teratur. GSB bangunan di Jalan Margonda Raya sangatlah berantakan dan banyak yang tidak mengikuti peraturan pemerintah kota Depok. Hal ini dijadikan dasar dari penulisan.

 

Penulisan ini membahas tentang masalah GSB yang ada di Jalan Margonda Raya beserta solusi dan kritik terhadap keadaan saat ini dan yang akan datang. Ruang lingkup ini mencakup masalah GSB yang ada di Jalan Margonda Raya dari Jalan Ir. H. Juanda sampai ke Jalan Siliwangi.

 

Penulisan ini dibuat bertujuan untuk mengatasi suatu permasalahan serta mengkritik masalah yang ada dengan solusi yang baik.

 

Kata Kunci : GSB, Jalan Margonda Raya

 

PENDAHULUAN

 

Kota Depok merupakan suatu kota yang terletak di bagian Jawa Barat yang berbatasan juga dengan Jakarta Selatan. Kota tersebut merupakan kota Satelit yang berarti adalah sebuah kota kecil yang berada di tepi sebuah kota besar yang meskipun merupakan komunitas mandiri, sebagian besar penduduknya tergantung dengan kehidupan di kota besar. Biasanya penghuni kota satelit ini adalah komuter dari kota besar tersebut. Kota Depok merupakan kota yang bergerak di banyak bidang seperti ekonomi, bisnis, pendidikan, pelayanan public, dan lainnya. Dikarenakan kota Depok merupakan kota satelit, maka dapat disimpulkan bahwa kota tersebut dihuni dan dipadati oleh banyak orang dari berbagai kalangan.

 

Dari kota Satelit yang bergerak di banyak bidang maka didirikanlah bangunan-bangunan yang berada di pinggir Jalan Margonda Raya yang bertujuan untuk memberikan fasilitas dan peluang bisnis dan ekonomi untuk masyarakat. Bangunan-bangunan yang berada di sepanjang Jalan Margonda Raya dapat berupa ruko-ruko, restaurant, mall, café, dan lain-lainnya.

 

Keadaan bangunan-bangunan ini sangat padat dan tidak mementingkan pentingnya GSB yang merupakan suatu peraturan dalam hal pembangunan yang dapat berpengaruh oleh kondisi yang lain seperti akses dan kepadatan sekitar. Oleh karena itu GSB pada bangunan sepanjang Jalan Margonda Raya harus diperhatikan untuk menciptakan suatu kota yang rapi dan teratur dan tidak terlalu dekat dengan jalan sehingga mempengaruhi terhadap aksesibilitas dan kepadatan pada suatu kota.

 

Untuk itu pembahasan diambil dengan judul GSB pada bangunan di Jalan Margonda Raya, Depok. Ruang lingkup yang diperhatikan adalah Jalan Margonda Raya dari Jalan Ir. H. Juanda sampai ke Jalan Siliwangi.

 

KAJIAN TEORI

 

GSB atau Garis Sempadan Bangunan, dibuat supaya setiap orang tak semaunya membangun sebuah bangunan. Selain itu GSB tersebut nantinya juga bergunan untuk terciptanya pemukiman yang nyaman, rapi dan aman. Membangun rumah bagaikan kita akan menyeberang sebuah jalan. Anda harus lihat kekiri dan kekanan terlebih dahulu agar selamat sampai ke seberan. Begitu juga dalam hal membangun rumah, banyak aspek  yang perlu Ada perhatikan supaya nyaman untuk dihuni.

1

Gambar 1 Garis Sempadan Jalan

                Aspek tersebut dapat berupa persyaratan teknis serta administratif yang sesuai dengan fungsi sebuah rumah sebagai hunian. Segala persyaratan tersebut sudah tertuang dalam aturan mengenai tata bangunan serta lingkungan yang telah ditetapkan pemerintah atau pemerintah daerah. Dengan banyaknya persyaratan yang musti dipenuhi oleh masyarakat yang hendak membangu, kadan membuat orang memilih untuk mengabaikan peraturan tersebut, juga termasuk aturan tentang Garis Sempadan Bangunan atau GSB.

Di dalam Pasal 13 Undang-undang No. 28 Th 2002 mengenai Bangunan Gedung telah menyebutkan bahwasanya sebuah bangunan haruslah memiliki berbagai persyaratan jarak bebas bangunan yg di dalamnya meliputi GSB serta jarak antar bangunan. Selain itu juga dalam membangun sebuah rumah, perlu sudah mendapatkan standarisasi dari pihak pemerintah yg tercantum dalam SNI No. 03-1728-1989. Standar tersebut isinya mengatur setiap orang yang akan mendirikan bangunan haruslah memenuhi berbagai persyaratan lingkungan di sekitar bangunan, di antaranya adalah larangan utk membangun di luar batas GSB.

 

Pengertian GSB

Dalam penjelasan di Pasal 13 Undang-undang No. 28 Thn 2002, Garis Sempadan Bangunan atau GSB tersebut memiliki arti sebuah garis yg membataskan jarak bebas minimum dari sisi terluar sebuah massa bangunan thdp batas lahan yg dikuasai. Pengertian ini dapat disimpulkan bahwa GSB ialah batas bangunan yg diperbolehkan untuk dibangun rumah atau gedung.

Patokan serta batasan untuk cara mengukur luas GSB (Garis Sempadan Bangunan) ialah as atau garis tengah jalan, tepi pantai, tepi sungai, rel kereta api, dan/atau juga jaringan tegangan tinggi. Hingga kalau sebuah rumah kebetulan berada di pinggir sebuah jalan, maka garis sempadannya diukur dari garis tengah jalan tersebut sampai sisi terluar dari bangunan di tanah yang dikuasai si pemilik.

Untuk faktor yang menentukan GSB ialah letak atau tempat dari lokasi bangunan tersebut berdiri. Rumah yang letaknya di pinggiran jalan, GSB-nya ditentukan oleh fungsi serta kelas jalan. Untuk lingkungan pemukiman standardnya ialah berkisar antara 3 sampai dengan 5 m.

 

Bangunan Terluar Menurut GSB

Pandangan tentang sisi bangunan terluar masih rancu oleh masyarakat. Beberapa menyebutkan bahwa sisi bangunan terluar ialah pagar rumah itu sendiri. Tapi sebenarnya adalah dari sisi luar fisik bangunan itu sendiri dengan komposisi lengkap dimulai dari sloof, pondasi, pasangan bata, jendela, pintu, atap dan plafond.

Kalau melakukan renovasi sebuah rumah, menambah bangunan melewati batasGSB  atau Garis Sempadan Bangunan  masih ditolerir. Tetapi tak boleh juga dengan semrono melakukannya. Terdapat beberapa hal yang ditolerir yang masih dapat dibenarkan. Toleransi ini berlaku bagi bangunan sifatnya struktur, dan bukan bangunan ruang. Contohnya adalah elemen pergola yang berfungsi sebagai penyangga atap carport. Tetapi dalam membuat pergola tersebut juga tidak boleh sesuka Anda. Atap pergola itu tidak diperbolehkan menjorok ke lahan atau keluar pagar. Dan satu lagi, jika Anda merubah fungsi carport itu sendiri dengan ruang tidur atau gudang misalnya, maka Anda akan dikenakan sangsi oleh pemerintah.

 

GSB Bagi Segi Keamanan dan Estetika 

Undang-undang serta peraturan mengenai GSB ini dibuat agar pemukiman disekitar rumah jadi teratur dan aman. Bisa Anda bayangkan kalau pemukiman rumah bisa menjadi semrawut disebabkan para penghuninya yang sesukanya dalam membangun dan mengembangkan rumah. Penghuninya dengan sesuka hati mengembangkan rumah serta memaksimalkan lahan disekitarnya. Seperti membuat kamar baru atau ruangan lainnya melewati batas GSB hingga terlalu dekat dengan pagar. Dan ada penghuni yang membuat jalan menuju carport melebih batas pagar, sampai melewati batas jalan walau sedikit. Hasilnya sebuah pemukiman akan tidak sedap untuk dipandang, serta semrawut.

Selain dari faktor estetika, GSB ini dibuat juga untk kepentingan kemanan para pengendara kendaraan bermotor atau sepeda yang depan sebuah rumah. Apabila Sebuah rumah berada di simpang jalan atau biasa desebut rumah hook, rumah seperti ini membuat jalan akan rawan dengan kecelakaan. Kecelakan tersebut terjadi dikarenakan sipengendara tak melihat pengendara lain dari arah yang berlawanan berlawanan. Jarak lepas bebas pandang sipengendara akan terganggu, sebab akan tertutup oleh bangunan di hook tersebut yang  terlalu menjorok keluar batas GSB.

Untuk bangunan yang di persimpangan sebuah jalan, ada dua ketentuan GSB, yaitu dari sisi muka bangunan tersebut serta dari samping bangunan itu. Ini sering dilupakan atau sengaja dilupakan oleh pemilik rumah. Mereka akan membangun berdasarkan satu GSB saja. Beberapa orang dengan sengaja merapatkan bangunannya salah satu sisi batas lahan, hingga melewati GSB samping. Perlu Anda ketahui bahwa sebenarnya tidak hanya rumah yang berada di simpang jalan yang memiliki ketentuan GSB samping. Tapi semua rumah harus memiliki GSB (Garis Sempadan Bangunan) dan samping. Menurut Putusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor. 441 Th 1998 mengenai Pesyaratan Teknis Bangunan, GSB dari belakang dan samping bangunan juga perlu diperhatikan. Terdapat beberapa persyaratan dalam memenuhi GSB samping dan belakang.

Persyaratan tersebut  ialah:

  • Struktur serta pondasi bangunan terluar haruslah berjarak paling kurang 10 cm ke arah dalam di hitung dari batas terluar lahan yang dikuasai.
  • Untuk renovasi ataupun perbaikan bangunan yang pada mulanya menggunakan dinding pembatas bersama dgn bangunan yang ada di sebelahnya, harus membuat dinding batas baru tepat disebelah dinding pembatas yang sudah ada.
  • Sisi dinding paling luar tidak dibolehkan melewati batas dari pekarangan. Contohnya pagar.
  • Untuk bangunan hunian rumah tinggal yang rapat, tidak ada jarak untuk bebas samping, tapi  jarak bebas belakang harus minimal 1/2 dari panjang GSB muka.

Selain perhitungan GSB, dalam pembangunan sebuah rumah juga perlu diperhatikan faktor estetika yang berhubungan dengan peletakan elemen struktur. Penerapan bukaan jendela dlm bentuk apapun pd dinding batas dari pekarangan adalah tidak diperbolehkan, juga termasuk pemasangan elemen glass block.

Jenis garis sempadan

Garis sempadan diciptakan untuk berbagai alasan sesuai dengan jenisnya, namun umumnya untuk melindungi penghuni bangunan itu sendiri.

Garis Sempadan Jalan

Garis sempadan jalan (GSJ) adalah garis batas pekarangan terdepan. GSJ merupakan batas terdepan pagar halaman yang boleh didirikan. Oleh karena itu biasanya di muka GSJ terdapat jalur untuk instalasi air, listrik, gas, serta saluran-saluran pembuangan. Pada GSJ tidak boleh didirikan bangunan, kecuali jika GSJ berimpit dengan garis sempadan bangunan (GSB).

Garis sempadan jalan memberikan tempat bagi berbagai instalasi yang dibutuhkan masyarakat, serta menjaga kualitas visual antara jalan dan bangunan.

Daerah yang dicakup oleh garis sempadan jalan dari sisi kiri ke sisi kanan disebut Daerah Milik Jalan (DMJ) yang diterakan pada patok-patok yang dipasang pada jarak-jarak tertentu di sepanjang garis sempadan jalan ini.

Garis Sempadan Bangunan

Garis yang dikenal dengan singkatan GSB ini membatasi jarak terdekat bangunan terhadap tepi jalan, dihitung dari batas terluar saluran air kotor, atau riol, sampai batas terluar muka bangunan. Garis ini berfungsi sebagai pembatas ruang, atau jarak bebas minimum dari bidang terluar suatu massa bangunan terhadap lahan yang dikuasai, batas tepi sungai atau pantai, antara massa bangunan yang lain atau rencana saluran, jaringan tegangan tinggi listrik, jaringan pipa gas, dan sebagainya.

Garis sempadan bangunan menjamin adanya ruang terbuka hijau privat dalam bentuk halaman rumah, menambah keamanan, serta mengurangi pengaruh bising dari kendaraan di jalan raya terhadap penghuninya.

Garis Sempadan Samping

Garis yang dikenal juga dengan Jarak Bebas Samping ini membatasi bagian samping dinding bangunan dengan bagian samping pekarangan. Pada bangunan berbentuk tunggal/lepas dan renggang, induk bangunan harus memiliki jarak bebas terhadap batas pekarangan yang terletak di samping . Pada bangunan turutan/anak/tambahan boleh dibangun rapat dengan batas pekarangan samping dimana dinding terdepan berada pada jarak minimal 2 kali jarak antara GSB dan GSJ, sesuai dengan persyaratan yang berlaku.

Garis sempadan samping menjamin sirkulasi udara dan sinar matahari yang baik bagi penghuni rumah, serta menjaga kerapatan bangunan.

Garis Sempadan Belakang Bangunan

Merupakan garis sempadan yang membatasi jarak terdekat bangunan terhadap garis batas belakang kaveling, dihitung dari garis batas kaveling terhadap garis terluar belakang bangunan yg berfungsi sebagai ruang untuk pertimbangan faktor keselamatan antarbangunan.

Garis Sempadan Sungai

Merupakan garis batas luar pengamanan sungai yang membatasi adanya pendirian bangunan di tepi sungai dan ditetapkan sebagai perlindungan sungai. Jaraknya bisa berbeda di tiap sungai, tergantung kedalaman sungai, keberadaan tanggul, posisi sungai, serta pengaruh air laut.

Garis sempadan sungai sering tertukar dengan bantaran sungai. Jika bantaran sungai hanya memperlihatkan daerah bantaran sungai saat banjir (flood plain), maka sempadan sungai memperlihatkan daerah bantaran sungai ditambah dengan daerah longsoran tebing sungai yang mungkin terjadi.

Garis ini diciptakan untuk menjamin kelestarian dan fungsi sungai, serta menjaga masyarakat dari bahaya bencana di sekitar sungai, seperti banjir dan longsor.

Garis sempadan pantai

Garis sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian pantai yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.

Garis batas ini adalah bagian dari usaha pengamanan pantai yang dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari bahaya gelombang pasang tinggi (rob), abrasi, menjamin adanya fasilitas social dan umum di sekitar pantai, menjaga pantai dari pencemaran, serta pendangkalan muara sungai.

Pelanggaran garis sempadan

Sebelum mendirikan bangunan dan mengajukan permohonan IMB, pemilik lahan harus mengetahui berbagai garis sempadan yang terdapat di lahan yang dimiliki. Namun pada umumnya, pemilik lahan mengabaikan dengan alasan tidak menyadari atau melupakan keberadaan garis batas tersebut setelah beberapa waktu, dan ingin melakukan modifikasi terhadap bangunan. Hal ini seharusnya bisa dihindari karena setiap kali melakukan perubahan terhadap bangunan, IMB harus diurus ulang, sehingga kembali mendapat pemberitahuan mengenai garis sempadan yang berlaku.

Pelanggaran juga sering dilakukan oleh pemilik bangunan liar yang tentunya tidak memiliki IMB dan tidak mengakses informasi mengenai garis sempadan ini.

Dinas yang berwenang akan memberikan surat peringatan terhadap pelanggaran ini dan memberikan kesempatan untuk memperbaiki sebelum peringatan terakhir datang, yang kemudian diikuti dengan tindakan pembongkaran paksa.

Contoh pelanggaran

Salah satu contoh pelanggaran yang mudah diamati adalah garis sempadan sungai di sekitar Daerah Aliran Sungai Ciliwung. Kemiskinan dan sulitnya mendapat lahan untuk pemukiman di Jakarta, Depok, dan Bogor membuat masyarakat mendirikan bangunan menempel ke bibir sungai bahkan untuk di Jakarta bisa hingga di atas sungai.

Pelanggaran ini menyebabkan sulitnya kontrol dan pengerukan terhadap Ciliwung, serta memperburuk dampak banjir yang selalu terjadi saat musim hujan datang.

Pelanggaran terhadap sempadan sungai dan pantai juga sering ditemui di daerah yang menjadi kawasan wisata, karena memiliki nilai komersial yang tinggi. Pemandangan tepi sungai yang menarik membuat pemilik bangunan membuat bangunan hingga melanggar garis sempadan sungai. Hal ini misalnya pernah dilaporkan terjadi di daerah Bali.

 

ISI DAN PEMBAHASAN

 

Kota Depok merupakan kota Satelit yang berarti adalah sebuah kota kecil yang berada di tepi sebuah kota besar yang meskipun merupakan komunitas mandiri, sebagian besar penduduknya tergantung dengan kehidupan di kota besar. Biasanya penghuni kota satelit ini adalah komuter dari kota besar tersebut. Kota Depok merupakan kota yang bergerak di banyak bidang seperti ekonomi, bisnis, pendidikan, pelayanan public, dan lainnya. Dikarenakan kota Depok merupakan kota satelit, maka dapat disimpulkan bahwa kota tersebut dihuni dan dipadati oleh banyak orang dari berbagai kalangan. Dari kota Satelit yang bergerak di banyak bidang maka didirikanlah bangunan-bangunan yang berada di pinggir Jalan Margonda Raya yang bertujuan untuk memberikan fasilitas dan peluang bisnis dan ekonomi untuk masyarakat. Bangunan-bangunan yang berada di sepanjang Jalan Margonda Raya dapat berupa ruko-ruko, restaurant, mall, café, dan lain-lainnya.  Keadaan bangunan-bangunan ini sangat padat dan tidak mementingkan pentingnya GSB yang merupakan suatu peraturan dalam hal pembangunan yang dapat berpengaruh oleh kondisi yang lain seperti akses dan kepadatan sekitar.

2

Gambar 2 Tabel Garis Sempadan Bangunan Dengan Tepi Jalan di Wilayah Kota Depok

 

Pada gambar di atas dapat kita lihat bahwa Jalan Margonda Raya merupakan jalan arteri sekunder yang harus memenuhi syarat memiliki Rumija (Ruang Milik Jalan) sebesar 32 meter dan Garis Sempadannya adalah 10 meter.

Pada bangunan-bangunan di sepanjang Jalan Margonda Raya, dapat dilihat pada gambar 3, bahwa tidak adanya jalan pedestrian dan sempitnya lahan parkir sehingga pedestrian tidak dapat berjalan secara nyaman, tidak adanya kemunduran pada bangunan untuk memberikan space kepada ruang tata hijau atau ruang public yang berada di depannya. Untuk lahan parkir juga posisi parkir kendaraan sangat dekat dengan jalan raya yang sangat berantakan sehingga jika parkir penuh maka parkir beresiko di pinggir jalan yang sangat berdampak terhadap kemacetan di Jalan Margonda Raya.

3

Gambar 3 Bangunan Restaurant dan Dealer Mobil di dekat Mitra 10

 

Pada gambar 4 juga meskipun bangunan tergolong bangunan kecil yang hanya menyediakan makanan yang memang biasanya tidak ada kendaraan besar melainkan hanya kendaraan kecil seperti sepeda motor juga harus memiliki standar GSB Jalan Margonda Raya untuk menciptakan pemerataaan GSB pada suatu kota agar memberikan extra space terhadap pengguna dan respon terhadap kondisi sekitarnya juga.

 

4

Gambar 4 Bangunan makanan cepat saji di seberang Dmall

 

Pada gambar 5 dapat dilihat dikarenakan tidak adanya kemunduran bangunan pada lahan dan terlalu dekatnya dengan jalan memberikan kesan sempit terhadap masyarakat dan juga pengguna kendaraan sekitar. Fasilitas pedestrian juga yang tidak memadai, jalur pedestrian yang tidak tersusun rapi juga berdampak ke GSB pada bangunan. GSB berperan sangat penting terhadap bangunan di sekitarnya juga. Dikarenakan adanya bangunan yang maju, maka bangunan sebelahnya juga mengikuti bangunan tersebut dikarenakan dalam hal saing bisnis dan ekonomi, agar orang-orang dapat melihat apa yang disediakan oleh bangunan tersebut, karena jika ada banyak bangunan yang maju, dan ada beberapa yang mundur, maka bangunan yang mundur jarang dilihat/tertutup atau ditemukan oleh orang-orang sehingga kegiatan bisnis dalam suatu bangunan yang mundur itu tidak akan stabil. Faktor inilah yang mempengaruhi persaingan maju mundur bangunan GSB di Jalan Margonda Raya.

6.jpg

Gambar 5 Bangunan Ruko dan Makanan Cepat Saji di dekat Rumah Sakit Mitra Keluarga

                Pada gambar 6 merupakan toko elektronik di dekat Jalan Siliwangi yang dapat dilihat tidak adanya lahan parkir untuk mobil sehingga mobil diharuskan parkir di pinggir jalan yang merupakan salah satu faktor kemacetan pada akses Jalan Margonda Raya. Bangunan-bangunan ini sengaja dimajukan dikarenakan untuk menjual produk dari suatu bisnis sehingga walaupun bangunan sudah dimajukan sebagai suatu show off produk yang dijual, bangunan-bangunan ini juga menambahkan banner-banner dan iklan yang menutupi bangunan tersebut yang tingginya melebihi bangunan yang ditempatinya.

 

 

5

Gambar 6 Bangunan toko elektronik di dekat Jalan Siliwangi

 

PENUTUP DAN KESIMPULAN

 

Kota Depok dapat terbangun dengan rapi dan teratur jika GSB yang dibangun pada bangunan dapat memenuhi syarat yang ada. Hal yang harus dipenuhi dan diperhatikan adalah dalam suatu pembangunan kita harus mematuhi peraturan pembangunan yang ada,dikarenakan GSB sangat penting dalam hal pembangunan yang dapat mempengaruhi kondisi sekitar seperti kepadatan suatu kota dan batas jalur pedestrian, terbatasnya ruang tata hijau. Kesadaran dari sang pemilik bangunan seharusnya lebih terdidik dan sadar akan tentang IMB dan GSB yang berlaku pada suatu kota. Jika ada pemilik bangunan yang melanggar, maka seharusnya diberikan sanksi denda 10 persen dari nilai bangunan yang terbangun atau sanksi yang lebih lanjut dapat dikenakan dengan sanksi dari peraturan pemerintah.

Oleh karena itu, dalam suatu hal pembangunan haruslah kita menyadari dengan keterkaitan IMB dengan GSB pada suatu daerah agar terciptanya lingkungan dan kawasan suatu kota yang rapi dan teratur, keterkaitan GSB dengan lingkungan sekitar juga berdampak besar, dikarenakan pada jalan, jika GSB tidak memenuhi standar, maka akan tidak adanya ruang public atau ruang tata hijau untuk masyarakat sekitar, lalu dapat menyebabkan kemacetan dan kepadatan pada jalan transportasi yang ada, tidak mencelakai kendaraan bermotor pada sirkulasi dan aksesibilitas jalan.

Solusi yang dapat dipecahkan dalam masalah GSB bangunan di kota Depok adalah dengan memundurkan bangunan yang maju atau yang belum memenuhi GSB dengan mengikuti prosedur dari pemerintah dan menciptakan fasilitas pedestrian yang baik dengan vegetasi, area parkir yang cukup, respon yang baik terhadap Jalan Margonda Raya sehingga tidak menimbulkan kepadatan, dan elemen-elemen pendukung lainnya.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

http://www.depok.go.id

 

Google Street View

 

https://id.wikipedia.org/wiki/Garis_sempadan

 

http://www.arsindo.com/artikel/gsb-garis-sempadan-bangunan/

Leave a comment